Dimulai dari pemilihan instansi yang tidak memperhitungkan kemungkinan untuk lolos, lalu pilihan jabatan yang 'sejuta umat' alias sangat banyak diminati, dan yang paling fatal, aku belum belajar dengan begitu keras terkait materi yang akan diujiankan. Saat itu aku ujian di Kantor Regional BKN Riau dan harus menelan kegagalan. Tahun 2017 aku mengikuti lagi dan hasilnya malah lebih buruk. Aku merasa jauh lebih gagal daripada mengikuti tes ujian pertama. Pada masa ini, faktor yang membuat aku tidak begitu serius mengikuti tes ini adalah karena sudah memiliki pekerjaan yang cukup mapan. Alhasil pemilihan instansi yang asal-asalan dan pengerjaan soal yang asal-asalan membuatku tidak lolos lagi.
Pada Bulan Juli 2018 lagi-lagi ada pengumuman tes CPNS. Pada penguman itu ujiannya akan dilaksanakan pada Bulan Oktober hingga Desember. Kali ini, abangku Imam Ike Sentosa (Almarhum) entah kenapa tiba-tiba begitu bersemangat mendorongku agar ikut tes lagi. Ia bahkan sampai mengirimkan persyaratan tes CPNS yang dia dapat entah darimana. Dengan berbekal semangatnya itu, maka aku pun memantapkan hati untuk memilih Kemenkumham sebagai instansi pilihan. Jabatan yang aku pilih saat itu adalah Analis Program, Evaluasi dan Pelaporan. Dari jabatan yang cukup panjang ini aku pun sebetulnya bingung dengan apa yang akan aku kerjakan nanti jika sekiranya lolos.
Entahlah, sebenarnya aku belumlah benar-benar niat seratus persen untuk ikut tes CPNS kali ini. Aku memilih jabatan itu karena sesuai dengan ijazahku. Barangkali aku masih belum begitu bersungguh-sungguh mengikuti tes kali ini karena aku sedang mengemban amanah yang cukup berat dari abangku yaitu mengelola cabang kedai kuliner miliknya sambil aku kuliah S-2 di Universitas Andalas. Jika aku ikut tes CPNS, otomatis apa yang sedang aku jalani nantinya akan buyar.
Setelah melewati tahap administrasi, akhirnya aku bisa mengikuti ujian tulis berbasis CAT. Untuk Kemenkumham sendiri, penyelenggaraan ujiannya tergolong cepat dibanding instansi lain yaitu di akhir Bulan Oktober. Sepuluh hari menjelang ujian, pada sore yang sebetulnya cerah, musibah itu pun datang. Abangku Imam Ike Sentosa tiba-tiba mengalami serangan jantung dan membuatnya mengembuskan napas terakhir beberapa jam kemudian. Sontak hal ini membuat kaget semua pihak mengingat debut beliau sebagai pengusaha yang cukup sukses di kota kecil ini.
Tak perlu kuceritakan betapa dramatisnya hari-hariku menjelang ujian tes CPNS kali ini. Di antara kesedihan yang datang tanpa diminta, akhirnya aku menyerah. Menyerah untuk belajar karena saat itu aku merasa setengah jiwaku ikut pergi bersama kepergian abangku yang tertua itu. Akhirnya, begitu ujian itu datang aku berangkat ke Pekanbaru dengan semangat yang terus terkikis. Aku mengikuti ujian seperti robot dan menjawab soal sejauh aku yang mampu. Akhirnya, lagi-lagi aku gagal menaklukkan soal-soal.
Aku selesai ujian tepat ketika azan Magrib berkumandang. Saat itu hujan deras baru saja berhenti dan aku pulang menuju penginapan dengan kegundahan yang bercampur menjadi satu.
Akhir Tahun 2018 aku pun mengambil keputusan yang di luar dugaan orang-orang terdekatku. Aku memutuskan pindah ke Jakarta untuk menerima tawaran sebagai editor dari sebuah penerbit buku fiksi yang kukenal. Dengan berpulangnya abangku, maka aku pun memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah S-2 yang sebetulnya amat nanggung. Judul tesisku saat itu sudah disetujui, tapi karena sibuk mengurusi kedai akhirnya aku tidak ada waktu untuk mengerjakan proposal tesis. Sulit sebetulnya untuk memutuskan ini. Tapi setelah aku pertimbangkan dengan matang, aku mantap untuk tidak menyelesaikan S-2. Dengan pikiranku yang saat itu masih kacau setelah ditinggal orang dicinta, aku yakin yang ada penelitianku tidak akan beres.
Awal tahun 2019 aku memulai hidup baru di Jakarta sebagai editor. Aku sadar dengan risiko yang telah kupilih ini. Menjadi editor khususnya novel harus siap tidur hingga larut malam. Harus gigih menghubungi penulis untuk minta revisi dan harus nyinyir untuk mengingatkan deadline pada penulis tersebut. Tidak sampai setahun, bobot badanku turun hingga entah berapa kilo. Aku merasa tidak mungkin untuk terus menjadi editor. Hingga suatu hari di Bulan November 2019, pengumuman CPNS itu datang lagi. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Langsung saja aku resign dan mulai fokus mencari instansi yang tidak begitu favorit agar peluang untuk lolos semakin besar.
Berhubung aku sedang domisili di Jakarta, maka aku fokus membidik Kementerian/Lembaga yang membuka lowongan CPNS. Karena sudah pasti Instansi ini akan melaksanakan ujian di Jakarta dan beberapa kota besar seperti Bandung, Surabaya, Medan. Dan Instansi pertama yang aku pelajari baik-baik persyaratannya adalah Kementerian Desa, pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Aku beranggapan bahwa instansi ini pasti sepi peminat mengingat pekerjaannya yang cukup berat. Ternyata, aku terpaksa gigit jari karena Kementerian ini meminta persyaratan yang agak berat buatku. Memang jurusanku banyak diminta di sini, tapi akhirnya aku memilih mundur karena ada beberapa syarat yang aku tidak mampu memenuhinya.
Aku lalu membuka persyaratan di Kementerian lain seperti Kemensos, BKN, Kemendikbud, Pemprov DKI hingga Basarnas. Namun lagi-lagi ada syarat yang sulit untuk kupenuhi dalam waktu dekat. Hingga pada akhirnya ketika aku mulai lelah melakukan pencarian di jagat maya, jariku tanpa sadar mengetikkan Kementerian Pertanian di google. Saat itu aku tak pernah tahu jika pencarian dengan kata kunci: Kementerian Pertanian, membuatku akan melakukan perjalanan yang menguras hati, emosi, dan energi dalam menjadi ASN di Kementan.
(Bersambung)