Kamis, 22 Desember 2016

Grand Final Unsa Ambassador 2017 : Mengulang Kenangan Setahun Silam (Part 1)



Assalamualaikum. Akhirnya aku berkesempatan lagi mengisi blog ini yang sudah teramat lama vakum. 


Awalnya aku tidak menduga, selepas memenangkan Unsa Ambassador di awal Januari 2016 lalu di Surabaya, aku bakal diundang lagi ke Bogor dalam rangka pelepasan jabatan. How surprised, tidak menyangka bakal bertemu dengan keluarga Unsa lagi. Sepertinya aku perlu menerangkan sedikit tentang acara ini.


Untuk Sahabat atau disingkat Unsa adalah sebuah grup online di media fb yang mewadahi siapa pun yang mencintai menulis untuk berkarya. Untuk Sahabat digagas oleh Uncle Dang Aji Sidik pada 27 Januari 2010. Semakin ke sini,  Grup Unsa semakin melebarkan sayapnya agar dapat mewadahi semua kalangan untuk berkarya. Baik penulis pemula maupun penulis yang memang sudah lama berkarya. Slogan Unsa adalah menggelorakan literasi dalam lingkar persahabatan sejati.


Sedangkan Unsa Ambassador adalah pencarian duta grup Untuk Sahabat yang bertugas mengajak anggota Grup Unsa untuk menulis. Duta Penulis Unsa ini nantinya juga akan menjadi role model bagi penulis lain khususnya anggota Grup Unsa. Unsa Ambassador juga bertanggungjawab untuk mengajak siapa saja agar mencintai menulis dan membaca. Dalam ajang Unsa Ambassador, tiap tahunnya diperebutkan sebuah selempang bertuliskan Unsa Ambassador beserta tahun menjabat, Tropi UNSA, Uang Tunai, Paket Buku, dan berbagai apresiasi lainnya.



Ajang Unsa Ambassador digelar Grup Unsa sejak tahun 2011 yang diberi nama Mas dan Miss Unsa. Pemenang Mas Unsa dan Miss Unsa tahun 2011 adalah Mas Akhi Dirman Al Amin dan Mbak Arista Devi. Tahun 2012, Aiman Bagea dan Diba Az-Zukhruf. Tahun 2013, Irwan Sandza dan Marlyn Christ. Tahun 2014, Duta Unsa berubah nama menjadi Unsa Ambassador dan dimenangkan Kak Eni (Kutaikartanegara-Kalimantan Timur). Tahun 2015 dimenangkan Ken Hanggara (Pasuruan-Jawa Timur). Selain ajang Unsa Ambassador, ajang lainnya yang konsisten digelar Unsa tiap tahun adalah lomba Cerpen Pilihan (Cerpil) Unsa. Buku-buku pemenang Cerpil Unsa tahun sebelumnya adalah Jendela 2 Mata (2012), Hoppipolla (2013), Netizen (2014), Orang Bunian (2015), dan Kupu-Kupu Kematian (2016). Tiap tahunnya, buku pemenang ini akan tersebar di seluruh toko buku di Indonesia yang diterbitkan oleh Unsa Press.




Nah, setelah menjadi seksi repot dalam penyelenggaraan seleksi Unsa Ambassador 2017 (emang sih ini tugasnya Unsam yang menjabat) akhirnya Uncle mengabariku agar mengosongkan waktu dari tanggal 9-12 Desember 2016 untuk datang ke Bogor. Dan memang kebetulan sekali saat itu libur kuliah baru saja dimulai. Yeay....


Tahun lalu, Uda Agus berkenan menemaniku ke Surabaya karena kebetulan dia sedang menempuh pendidikan di STAN-Bintaro selama setahun. Karena tahun ini kuliahnya sudah selesai, maka aku sudah menyiapkan kemungkinan akan datang ke Bogor seorang diri. Tapi ternyata dan ternyata, beberapa minggu menjelang keberangkatan, Uda memberi kabar bahwa dia kemungkinan juga akan datang mengingat launching buku kumcer “Mimpi Merah Hari ke-40” yang ia gagas, diterbitkan oleh Unsa Press dan akan diluncurkan bersamaan dengan penobatan Unsa Ambassador 2017.

Hari yang ditunggu datang. Dengan barang bawaan setoko, akhirnya aku dan Uda Agus tiba di bandara. Sayangnya kami terbang menuju Bandara Soetta dengan maskapai yang berbeda. Karena dalam rencananya aku yang akan terbang lebih awal 30 menit dari Uda, maka aku berkewajiban menunggunya. Okeh, Aku Menunggumu~~


Ternyata menunggu kedatangan pesawat ada drama-dramanya gitu deh. Pesawatku yang tidak diprediksi sama sekali akan delay, malah delay. Sedangkan pesawat yang akan ditumpangi Uda—yang terkenal dengan ke-delay-annya—malah  datang tepat waktu. Bahkan sebelum Uda pamit memasuki pesawat, ia masih sempat mendengar informasi dan tertawa renyah karena pesawat yang aku tumpangi akan datang dalam waktu yang belum bisa ditentukan. Dan aku pun ditinggal. Jadi gitu, ok! :3


Penantianku memang menjadi sebuah penantian yang panjang. Bahkan ketika jatah makan untuk pesawat delay diberikan, si pesawat tak juga kunjung muncul. Memasuki durasi dua jam, akhirnya terdengar juga pengumuman bahwa kami dipersilakan memasuki kabin pesawat. Hampir setengah satu siang barulah pesawat take off. Aku hanya bisa mengeluh dalam hati bahwa pada saat yang bersamaan tengah berlangsung salat Jumat. Aku hanya bisa memohon  ampun pada-Nya atas uzur yang dimiliki.


Tidak ada yang istimewa selama penerbangan. Seperti sebelum-sebelumnya, aku menyaksikan pemandangan pramugari yang mendemonstrasikan cara memasang dan melepas sabuk pengaman, memakai pelampung dan meniupnya dengan benar, menggunakan masker untuk bernapas, menunjukkan dimana toilet dan pintu darurat berada, dan lain sebagainya. O ya, tak kalah pentingnya awak pesawatnya juga menyediakan berbagai makanan untuk kami beli. Bagoos. Pop mi doang harganya 25k. Lalu kopi panas 15k. Pokoknya kalau masalah harga makanan, di atas pesawat harganya memang juarak!


Tempat duduk yang kudapati di dalam pesawat, oh... not very well. Middle adalah posisi yang tidak kuinginkan. Harusnya waktu check in aku meminta untuk diletakkan di windows atau aishle. Ditambah lagi posisinya bertepatan dengan keberadaan pintu darurat. Tapi ya sudahlah. Terpaksa mendengar penjelasan tambahan pramugari apa yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu ada keadaan darurat.


Dan... seberapapun aku mencoba agar terlelap, tetap tidak bisa. Barangkali disebabkan karena kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap pesawat ini seperti yang sering diberitakan di televisi, pikiranku menjadi kemana-mana dan tidak tenang. Bahkan sempat pula terlintas di pikiranku  akan mengalami sesuatu yang Lisa Reisert alami dalam film “Red Eye”. Oke, ini berlebihan. Jarak Padang-Jakarta yang tidak terlalu lama sungguh tidak memungkinkan untuk hal ini terjadi.


Akhirnya pesawat landing dan aku menggeret koper dengan langkah gontai. Sudah hampir jam tiga sore aku keluar bandara dan Uda sudah menunggu hampir dua jam lamanya. Langsung saja kami menuju halte bus Damri yang menuju Cibinong. Sebelumnya aku masih sempat kontakkan sama Fian, salah satu finalis Top 2 Unsa Ambassador. Kebetulan dia dari Pekanbaru dan juga akan mendarat di Soekarno-Hattta. Namun melihat jadwal terbangnya, aku harus menunggunya sedikit lama. Langsung saja kami putuskan agar Fian menyusul belakangan.




Nyampe Bandara Soetta sudah sore


Sepanjang perjalanan, pandanganku tak henti-hentinya mengamati kota ini. Jakarta tetaplah seperti setahun lalu yang aku lihat. Macet, pembangunan gedung yang belum selesai, genangan air dan lain sebagainya memenuhi pandangan mata. Seperti di atas pesawat, tidak ada hal yang begitu istimewa. Barulah ketika jam 5 sore, akhirnya aku dan Uda tiba di Cibinong City Mall. Mulanya Uncle akan menjemput, namun karena Mas Denny Herdy juga sedang on the way, maka kami ketemuan di CCM dan bertiga menuju tempat penginapan yang diarahkan Uncle.

 CCM pada suatu senja #eak


Seperempat jam menunggu Mas Denny, akhirnya ia muncul dengan raut wajah kelelahan. Setahun tidak bertemu, Mas Denny tetap tidak berbeda dengan kegembulan pipi dan kegemukan tubuh yang ia miliki. Komentarnya waktu pertama kali melihatku, aku lebih gemukan dari setahun lalu. Tak lama, grab car yang kami pesan datang. Mas Denny tak henti-hentinya mengeluh sepanjang perjalanan tentang travel yang ia naiki dari Majalengka. Sopir yang istirahat makan terlalu lama membuat mobil yang ia tumpangi terjebak macet berjam-jam. 


Menjelang Magrib kami tiba di penginapan. Kebetulan Budok Intan sedang berada di beranda. Ia sudah datang lebih awal tadi siang bersama Ken. Langsung kami disambut dengan senyum sumringahnya yang bingung campur heran. Mungkin budok heran orang yang difoto beda dengan nyatanya. Saat itu Ken sedang menjemput Vivi, finalis Top 2 lainnya yang datang bersama temannya, Mbak Nunuk. Selepas Magrib barulah mereka datang dan kami pun silaturrahmi. Ken juga tampak lebih gemukan dari setahun lalu aku bertemu dengannya. Setelah cerita  sedikit tentang perjalanannya dari Surabaya dengan kereta bersama Intan, ternyata kereta yang ditumpangi Ken juga berhenti cukup lama tanpa alasan yang jelas. Intinya hampir semua kami di-php-in transportasi.


Oke, kedatangan Vivi dan Nunuk ini pun sebenarnya cukup epik. Vivi yang kakinya masuk ke dalam tanah becek, tidak bisa langsung menyambangi kami namun pergi membasuh kakinya terlebih dahulu. Nah, ketika dia muncul, entah kenapa, tubuhnya menjadi tidak seimbang dan dia jatuh berdebam di depan kami. How disappointed, hahahaha. Tapi akhirnya perkenalan berjalan lancar.


Sebenarnya hidangan makan malam sudah disediakan. Namun karena Fian masih di jalan, maka kami putuskan untuk menunggunya. Selidik punya selidik, ternyata Fian di bandara harus menunggu kedatangan Damri yang menuju Cibinong hampir satu setengah jam lamanya. Ditambah pula jalanan ketika sore hari sangat macet. Maka jadilah ia paling akhir tiba ketika hari sudah semakin malam. Aku mengisi waktu dengan mendengarkan Mas Denny yang begitu antusias memamerkan filmnya kepada Ken. Banyak banget filmnya. Aku sih tidak terlalu ngeh. Tapi dengan nimbrung di antara kedua orang itu, tetap mengasyikkan. Apalagi dengan logat sunda Mas Denny dan logat Jawanya Ken yang sangat jarang kutemukan di Padang.


 itu orang dua lagi bahas film seru banget


Sekitar jam 9 malam, Fian datang dan pemirsa pun berteriak senang. Sudah kelaparan soalnya. Hehehehe. Selanjutnya tidak ada yang istimewa. Kami makan dengan tertib sambil mendengar seseorang bicara sekali-sekali. Setelah itu, saatnya technical meeting buat besok. Dan Uncle merincikan agenda-agenda besok.

 technical meeting dan ada yang sadar kamera


grup ibu-ibu sedang menyimak


Sebagai penutup malam ini, kami masih sempat keluar untuk minum yang anget-anget. Kebanyakan dari kami memesan susu-madu-jahe. Aku bertindak sebagai juru catat. Tidak sampai satu jam, kami kembali ke penginapan. Aku memutuskan tidur lebih awal. Sementara yang lain masih ada yang mengobrol hingga larut dan ada pula yang menonton acara televisi.

wefie by Uda Agus

Intinya besok adalah waktu untukku menjalankan tugas terakhir sebagai Unsa Ambassador.

Hah? Besok?


How time went so fast.


(BERSAMBUNG)

2 komentar:

Majenispanggarbesi.blogspot.com mengatakan...

Suka bagian yg Vivi masuk tanah becek :v

Risah Icha Az-zahra mengatakan...

Muka udah agus lucu banget pas selfie.hahaha..